Trauma Yang Harus Ku Lawan

Trauma Yang Harus K Lawan
Anak pertamanya meninggal membuat ibu muda ini trauma

spirit.my.id - Memiliki anak adalah dambaan bagi setiap orang tua, ya termasuk saya dan suami. Namun ternyata taqdir berkata lain. Di usia saya yang masih muda aku di percaya menjadi seorang ibu, Allah menguji saya.

Ketika hamil 7 bulan, saya merasakan kontraksi yang hebat, suami langsung membawa saya ke klinik. Ketika sampai di klinik saya langsung di tangani 

 "Bu ini udah mau melahirkan, pembukaan sudah full tapi bayi nya kecil kemungkinan hidup hanya sedikit ditambah lagi bayi nya sungsang s ucapan bidan ketika menangani ku.

Tangis ku tak lagi tertahan suamiku panik sekali, menelpon keluarga sambil terus menguatkan saya meskipun sangat terlihat air mata bercucuran dari mata nya.

Setelah menunggu pemeriksaan selama satu jam lebih sembari menahan sakit yang luar biasa, Alhamdulilah ketika bidan Mel, meriksa bayi di dalam kandungan ternyata sudah berputar tak lagi sungsang dan siap lahirkan.

"Pak bayi nya udah nga sungsang kalo di bawa ke rumah sakit takut nya melahurkan di jalan, saya khawatir sama kondisi ibu nya kalo melahirkan di jalan harus ada yang di selamatkan."

Memang waktu itu kondisiku sangat lemas sekali penglihatanku kadang buram  .

Setelah berdiskusi akhirnya kami memutuskan untuk melahirkan di klinik dengan pertimbangan keselamatan ibu dan bayi. 

Bidan dan perawat terus memotivasi agar aku kuat masih terngiang walaupun sudah 3 bulan lalu .

Ibu kuat, ibu bisa ikhlas, yakin ya buu

Rasamnya hatiku hancur takut sekali anakku tak selamat namun suami ku terus menguatkan hingga aku menjawab aku ikhlas. Tak lama bayiku lahir  namun karena bayiku berat nya hanya 1 kg 4 ons, bidan dan petugas klinik pun langsung membawa nya ke Rumah Sakit untuk di inkubator dan mendapatkan pearawatan.

Singkat cerita 

Perasaan saya tidak tenang karena harus jauh dengan bayiku saya hanya bisa mengelus bayi saya lewat inkubator.

"Nakk ingin sekali ibu memelukmu ketika kamu menangis di dalam inkubator, hati ibu sakit sekali melihat tubuh mungilmu di bungkus plastik banyak alat menempel di tunuhmu," .

Hingga hari ke 9 tanggal 9 januari 2021, anak ku di Rumah Sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa anakku meninggal.

Ya Allah aku belum sempat menggendong bayiku namun sudah dalam keadaan tak bernyawa. Hancur sekali hatiku, jerit tangisku sudah tak terbendung bahkan aku tak mau melepaskan bayiku dari dekapanku padal kain kafan sudah siap di depan mataku.

Hari hari setelah anaku meninggal rasanya berat sekali, tangis rindu, kecewa tiap hari menyelimuti bahkan untuk bertemu orang saja aku tak sanggup lebih sering berdiam diri di kamar,melihat bayi.

Melihat anak kecil hati ku tiba tiba sakit. Mungkin di depan orang aku kuat namun di kala malam sendiri tangis itu tak terbendung. 2 bulan aku merasakan terpuruk yang luar biasa . 

Namun berkat suami keluarga teman dan orang orang yang telah memootivasi ku untuk bangkit.

Masih sangat teringat suamiku sering berkata sayang hidup harus terus berlanjut ,banyak mimpi yang harus kita perjuangkan, dede bakal sedih liat mamanya terus terpuruk menangis

.

Akhirnya perlahan aku mulai bangkit memulai kembali aktivitas ku meskipun masih berat ketika sehari hari melihat anak kecil seringkali dadaku sesak menahan air mata agar aku tidak menangis di depan orang lain.

Di akhir penghujung Ramadhan, aku harus melawan trauma ku tentang anak, suami teman - teman di pijak impian mengajak dan menyemangati untuk kembali memulai kegiatan belajar mengajar sekaligus acara berkah ramadhan yang kami laksanakan setiap ramadhan .

Awalnya aku menolak karena aku masih tak tahan melihat anak kecil apalagi harus bergaul langsung dengan mereka. Namun suamiku tak henti berusaha mengingatkan perjuangan aku dari duduk di bangku sekolah mengajar anak - anak di terminal bahkan sudah seperti keluarga tak segan bercerita tentang kehidupan mereka kepadaku. Tak henti ia meyakinkanku kalau aku bisa melewati ini semua,meskipun sering kali aku membalas dengan amarah  .

Akhirnya aku memutuskan untuk emngadakan acara di akhir Ramadhan bagi takjil, membuat karya seni,dan berbagi sedikit makanan kepada anak anak.

Alhamdulillah acaranya berjalan dengan lancar berkat semua para relawan yang telah membantu dari awal hingga akhir .

Memang dadaku sakit harus menahan air mata agar tak terlihat menangis di depan anak anak dan relawan yang lain.namun rasa bahagia aku dapatkan dengan hanya melihat tawa bahagia anak anak di teras terminal .

Setelah acara selesai aku di sadarkan bahwa rasa trauma itun harus di hadapi meskipun rasanya berat, bahkan aku sendirin tak percaya aku bisa melakukanya karena melihat anka kecil saja aku tak kuat ,dan ketika suamiku bermain bersama anak kecil aku sering marah.

Aku sadar bahwa Sang Pencipta memberi ujian karena hambanya mampu. Iklas akan taqdirnya kunci hidup. memang benar yang selalu suamiku ucapkan bahwa hidup harus terus berlanjut dan banyak mimpi yang harus di perjuangakan .trauma atau apapun yang membuat kita sakit di masa lalu  itu harus kita hadapi bukan dihindari. 

Muhamad Alfatih, anaku sayang kamu menjadikan ibu manusia kuat.naak...jemput ayah dan ibu di syurga kelak.


Kiriman Pembaca :

Halimah Tussyadiah.

(*)



Post a Comment for " Trauma Yang Harus Ku Lawan"